Semuanya diam, memandangi mereka berdua yang sangat mesra…. Gina
mencoba menahan airmatanya. Tangannya menggenggam, pertanda bahwa hatinya
memang benar-benar sakit. Gina mencoba sabar dan terus bertahan melihat mereka
berdua yang sangat mesra.
“Gin, mereka berdua tambah mesra… Gue kecewa jadinya. Padahal kan, waktu itu Kak Fabian sendiri yang ngedeketin lo… Huh, apa sih, maunya tuh cowok?!” Kata Loly geram melihat Fabian dan cewek itu kian mesra. Menurut Loly, ini benar-benar suatu hal yang gak adil buat sahabatnya yang begitu tulus suka sama Fabian. Benar-benar gak adil menurutnya.
Gina terdiam. Gak mengatakan apa-apa. Dia menundukkan kepalanya, bercampur perasaan kecewa, menyesal, marah, geram, semua ada di dalam benaknya. Dia hanya bisa pasrah dengan keadaan, tak mampu berbuat apa-apa.
“Ck, sabarlah, Gin. Gak usah dipikirin. Kan masih banyak cowok cakep di luar sana…” Kata Vian sembari menepuk punggung Gina, memberi semangat.
“Hhhh… Iya, deh. Gue bakal coba pasrah. Tapi, gue juga tetep mau bertahan sampai akhir. Gue bakal tunggu Kak Fabian.” Gina akhirnya membuka mulutnya. Semangatnya mulai kembali. Dia mencoba buat tersenyum, melihat kedepan, dan gak akan nyerah.
“Nah, gitu, dong!. Itu baru namanya Gina Yuliani Wiyadya!!!” kata Vian dan Loly bersamaan. Meyakinkan Gina, yang lagi patah hati.
“Gin, mereka berdua tambah mesra… Gue kecewa jadinya. Padahal kan, waktu itu Kak Fabian sendiri yang ngedeketin lo… Huh, apa sih, maunya tuh cowok?!” Kata Loly geram melihat Fabian dan cewek itu kian mesra. Menurut Loly, ini benar-benar suatu hal yang gak adil buat sahabatnya yang begitu tulus suka sama Fabian. Benar-benar gak adil menurutnya.
Gina terdiam. Gak mengatakan apa-apa. Dia menundukkan kepalanya, bercampur perasaan kecewa, menyesal, marah, geram, semua ada di dalam benaknya. Dia hanya bisa pasrah dengan keadaan, tak mampu berbuat apa-apa.
“Ck, sabarlah, Gin. Gak usah dipikirin. Kan masih banyak cowok cakep di luar sana…” Kata Vian sembari menepuk punggung Gina, memberi semangat.
“Hhhh… Iya, deh. Gue bakal coba pasrah. Tapi, gue juga tetep mau bertahan sampai akhir. Gue bakal tunggu Kak Fabian.” Gina akhirnya membuka mulutnya. Semangatnya mulai kembali. Dia mencoba buat tersenyum, melihat kedepan, dan gak akan nyerah.
“Nah, gitu, dong!. Itu baru namanya Gina Yuliani Wiyadya!!!” kata Vian dan Loly bersamaan. Meyakinkan Gina, yang lagi patah hati.
Sehari, tiga hari, seminggu, dua minggu, dan sebulanpun
berlalu. Gina gak pernah lagi dipertemukan dengan makhluk manis yang bernama
Fabian. Fabian asyik dengan dunianya, Gina pun sama, dia lagi asyik menikmati
usianya yang lebih muda dari pada Fabian. Apakah mereka masih saling ingat satu
sama lain?. Apa masih ada asa di antara mereka?. Apa masih ada, kisah bahagia
setelah ini?. Apa masih pantas untuk dilanjutkan….
Gina masih tetap fokus, menuliskan kata-kata di buku tulisnya di saat Pak Wira, guru Bahasa Indonesianya menjelaskan tentang tugas yang akan dia beri untuk mereka.
“Kalian, saya beri tugas untuk membuat sebuah cerpen. Tema, latar, alur dan unsur-unsur lainnya, bebas, sesuai imajinasi kalian. Ketik di kertas HVS, minimal 3 lembar dan maksimal 10 lembar. Saya beri kalian waktu, 1 minggu. Bagi yang karyanya bagus, akan di tempel di mading sekolah. O.K, sekianlah materi yang dapat saya sampaikan untuk hari ini. Materi berikutnya akan dilanjutkan hari Kamis nanti.” Begitu lah penjelasan Pak Wira, guru Bahasa Indonesia – yang terkenal datar, dingin serta tegas di SMA Harapan Bangsa – sambil menutup materi. Beliau memang selalu terlihat datar dengan tatapannya yang serius setiap kali bicara. Tak heran, semua siswa selalu patuh pada perintah dan nasihatnya. Tak terkecuali, murid-murid di kelas X IPA D, kelas tempat Gina “duduk” sekarang.
“Huhh… Untungnya gue udah dapet inspirasi, nih…”, Kata Gina pada Loly dengan begitu berserinya. Dia yakin banget, kalau dia akan dapat nilai bagus untuk tugas semacam ini.
“Pasti tentang kisah lo, ya?. Haha. Gue juga udah dapet, kok…” Loly tertawa kecil membalas ucapan Gina.
“Iya. Tapi, endingnya gue rubah sedikit…” Jelas Gina pendek. Tiba-tiba pikirannya melayang lagi pada Fabian, cowok manis, bergigi gingsul dan punya senyuman lembut itu. Apa kabarnya sekarang, ya?. Masih inget ama aku gak, ya?. Masih pacaran ama cewek itu, gak, ya?, ribuan, bahkan jutaan pertanyaan tentang keadaan Fabian memenuhi otak Gina yang tadinya kosong.
“Besok, kita kerja bareng, ya. Di rumah gue. Eh iya, jangan lupa ajak si Vian, ya!!! Gue juga mau curhat ama kalian berdua.”, Kata Loly, segera merapihkan buku-bukunya. Gina membalas dengan mengangkat ibu jarinya, kemudian segera merapihkan bukunya, dan mereka bersiap buat pulang kerumah.
Gina masih tetap fokus, menuliskan kata-kata di buku tulisnya di saat Pak Wira, guru Bahasa Indonesianya menjelaskan tentang tugas yang akan dia beri untuk mereka.
“Kalian, saya beri tugas untuk membuat sebuah cerpen. Tema, latar, alur dan unsur-unsur lainnya, bebas, sesuai imajinasi kalian. Ketik di kertas HVS, minimal 3 lembar dan maksimal 10 lembar. Saya beri kalian waktu, 1 minggu. Bagi yang karyanya bagus, akan di tempel di mading sekolah. O.K, sekianlah materi yang dapat saya sampaikan untuk hari ini. Materi berikutnya akan dilanjutkan hari Kamis nanti.” Begitu lah penjelasan Pak Wira, guru Bahasa Indonesia – yang terkenal datar, dingin serta tegas di SMA Harapan Bangsa – sambil menutup materi. Beliau memang selalu terlihat datar dengan tatapannya yang serius setiap kali bicara. Tak heran, semua siswa selalu patuh pada perintah dan nasihatnya. Tak terkecuali, murid-murid di kelas X IPA D, kelas tempat Gina “duduk” sekarang.
“Huhh… Untungnya gue udah dapet inspirasi, nih…”, Kata Gina pada Loly dengan begitu berserinya. Dia yakin banget, kalau dia akan dapat nilai bagus untuk tugas semacam ini.
“Pasti tentang kisah lo, ya?. Haha. Gue juga udah dapet, kok…” Loly tertawa kecil membalas ucapan Gina.
“Iya. Tapi, endingnya gue rubah sedikit…” Jelas Gina pendek. Tiba-tiba pikirannya melayang lagi pada Fabian, cowok manis, bergigi gingsul dan punya senyuman lembut itu. Apa kabarnya sekarang, ya?. Masih inget ama aku gak, ya?. Masih pacaran ama cewek itu, gak, ya?, ribuan, bahkan jutaan pertanyaan tentang keadaan Fabian memenuhi otak Gina yang tadinya kosong.
“Besok, kita kerja bareng, ya. Di rumah gue. Eh iya, jangan lupa ajak si Vian, ya!!! Gue juga mau curhat ama kalian berdua.”, Kata Loly, segera merapihkan buku-bukunya. Gina membalas dengan mengangkat ibu jarinya, kemudian segera merapihkan bukunya, dan mereka bersiap buat pulang kerumah.
Bukannya pulang, ternyata, mereka malah menyempatkan diri
buat ke Perpustakaan. Ginalah yang mengajak Loly ke Perpustakaan, cuma mau
mengenang pertama kalinya bertemu sama Fabian…
Pintu Perpustakaan terbuka lebar. Tapi isinya kosong, gak ada siapa-siapa lagi disini. Cuma ada Loly dan Gina.
“Anak-anak Penjaga Perpustakaan pada kemana, ya?. Perasaan kemarin mereka masih aktif. Mereka masih jaga perpustakaan…” Gina bergumam heran. Heran karena Perpustakaan kosong. Karena biasanya, Perpustakaan sekolah itu selalu ramai oleh murid-murid Penjaga Perpustakaan.
“Mereka lagi rapat, kali. Di Laboratorium Bahasa. Mungkin lagi membahas sesuatu yang penting…” Loly mejawab dengan ngira-ngira.
“Kok lo tau, ya?.” Gina malah makin heran gara-gara Loly. Matanya memandang lurus-lurus pada Loly, penasaran banget.
“Iya, gue kan pernah mata-matain mereka waktu kita pertama kali masuk sekolah!. Haha!.” Ternyata Loly pernah menguntit mereka, si Penjaga Perpustakaan. Ya ampun!, iseng banget, deh.
“Hah?. Kurang kerjaan, lo!. Hayo, jangan-jangan lo suka ama temennya Kak Fabian, ya?. Yang mana orangnya?. Hahaha…” Gina bertanya ke Loly dengan nada usil. Sambil tertawa, dia terus menggoda-goda Loly, sambil bilang “Ciee.. Ciee..”.
“Eh.. Ng.. Nggak, kok. Nggak. Gue gak pernah suka ama anak Penjaga Pepustakaan..” Kata Loly, 100% BOHONG. Pipinya merah, malu-malu. Dia mencoba menyembunyikannya. Gina cuma bisa tertawa melihat saltingnya Loly.
Pintu Perpustakaan terbuka lebar. Tapi isinya kosong, gak ada siapa-siapa lagi disini. Cuma ada Loly dan Gina.
“Anak-anak Penjaga Perpustakaan pada kemana, ya?. Perasaan kemarin mereka masih aktif. Mereka masih jaga perpustakaan…” Gina bergumam heran. Heran karena Perpustakaan kosong. Karena biasanya, Perpustakaan sekolah itu selalu ramai oleh murid-murid Penjaga Perpustakaan.
“Mereka lagi rapat, kali. Di Laboratorium Bahasa. Mungkin lagi membahas sesuatu yang penting…” Loly mejawab dengan ngira-ngira.
“Kok lo tau, ya?.” Gina malah makin heran gara-gara Loly. Matanya memandang lurus-lurus pada Loly, penasaran banget.
“Iya, gue kan pernah mata-matain mereka waktu kita pertama kali masuk sekolah!. Haha!.” Ternyata Loly pernah menguntit mereka, si Penjaga Perpustakaan. Ya ampun!, iseng banget, deh.
“Hah?. Kurang kerjaan, lo!. Hayo, jangan-jangan lo suka ama temennya Kak Fabian, ya?. Yang mana orangnya?. Hahaha…” Gina bertanya ke Loly dengan nada usil. Sambil tertawa, dia terus menggoda-goda Loly, sambil bilang “Ciee.. Ciee..”.
“Eh.. Ng.. Nggak, kok. Nggak. Gue gak pernah suka ama anak Penjaga Pepustakaan..” Kata Loly, 100% BOHONG. Pipinya merah, malu-malu. Dia mencoba menyembunyikannya. Gina cuma bisa tertawa melihat saltingnya Loly.
Gak lama kemudian, anak-anak penjaga perpustakaan kembali.
Mereka semua tampak girang dan bahagia kayak habis dikasih sesuatu yang
spesial. Termasuk Fabian, yang keliatan tambah manis karena senyumnya. Mata
Gina berbinar melihatnya, terpesona, terpesona lagi. Duh, kenapa, sih,
disaat-saat aku pengen ngelupain Kak Fabian, Kak Fabian malah ngeluarin senyum
manisnya lagi… Kalo begini caranya, aku gak akan bisa ngelupain dia, Tuhan…,
gumam Gina dalam hati.
Diam-diam, Fabian juga melirik ke arah Gina dengan memberi secuil senyum tipis. Entah apa maksudnya. Mungkin dia mulai menyadari kalo Gina suka sama dia…
Diam-diam, Fabian juga melirik ke arah Gina dengan memberi secuil senyum tipis. Entah apa maksudnya. Mungkin dia mulai menyadari kalo Gina suka sama dia…
—
Gina bersiap-siap buat pergi ke rumah Loly. Gak lupa dia
mengajak kakak kembarnya, Vian. Sesuai dengan janji mereka, Gina gak mau
ketinggalan menghadiri acara curahan hatinya Loly. Kedua anak kembar itu sudah
rapih. Dan seperti biasa, dandanan mereka berlawanan. Gina selalu terlihat
feminin, sementara Vian… dia tampak tomboy dengan pakaian yang dikenakannya.
Keduanyapun langsung keluar dari kamar, mau minta izin ke Mama buat pergi ke rumah Loly.
“Ma, Gina sama Vian mau kerumahnya Loly, ya. Ada tugas…” Gina meminta izin pada Mama.
“Kami janji kok, Ma, gak pulang sore-sore…” Vian menambahkan, meyakinkan Mama.
“Iya, iya… Hati-hati, ya, nak…” Balas Mama menasihati mereka berdua yang suadah ada di depan pintu. Mereka berdua langsung menuju ke rumahnya Loly….
Keduanyapun langsung keluar dari kamar, mau minta izin ke Mama buat pergi ke rumah Loly.
“Ma, Gina sama Vian mau kerumahnya Loly, ya. Ada tugas…” Gina meminta izin pada Mama.
“Kami janji kok, Ma, gak pulang sore-sore…” Vian menambahkan, meyakinkan Mama.
“Iya, iya… Hati-hati, ya, nak…” Balas Mama menasihati mereka berdua yang suadah ada di depan pintu. Mereka berdua langsung menuju ke rumahnya Loly….
—
“Ada apa lo nyuruh gue ikut kesini?”, Belum apa-apa, Vian
udah nanya duluan begitu mereka bertiga sampai di kamarnya Loly. Dia heran,
Gina kan, kesini buat nyelesaiin tugasnya sama Loly. Kenapa dia musti ikut
juga?.
“Iya, lo ngapain juga ngajakin dia?.”. Gina menambahkan dengan nada mengejek pada Vian. Vian membalasnya dengan cibiran keki.
“Kan udah gue bilang gue mau curhat ama kalian berdua…” Loly mennjelaskan dengan penuh kesabaran, menghadapi duo twins ini.
“Iya, deh.. Cepetan, deh. Langsung aja. Ntar gak jadi ngerjain tugasnya…” Gina memancing Loly supaya cepat memulai curhatannya. Vian juga udah pasang muka gak sabaran. Lolypun memulai ceritanya…
“Kalian inget, kan, waktu kelas IX SMP, gue pernah bilang gue suka ama seseorang?…” Loly membuka cerita dengan raut wajah yang merah padam. Dia tersipu malu mengingat orang yang disukainya.
“Iya, iya. Gue inget, gue inget…” Kata Gina dan Vian bersamaan. Gina mengangguk sambil mencoba mengingat-ngingat cerita Loly waktu kelas IX SMP. Begitu juga dengan Vian yang ekspresinya gak jauh beda dari Gina.
“Sebenernya… sebenernya… orang itu adalah Ray, yang sekarang jadi anak Penjaga Perpustakaan di sekolah…” Kata Loly jujur, dan akhirnya, dia mengakui orang yang dia suka. Habis, dia gak pernah cerita ama kedua anak kembar itu, sih. Dia selalu menyembunyikannya…
“HAH?!. APA?!. Lo suka sama Ray Iansyah Putra, temen SMP kita waktu dulu?!. Gak salah tuh?!. Lo pernah deket sama dia?!. Yang demen banget ngatain kami berdua?!” Sontak saja, Vian langung kaget setengah mati, sementara Gina melotot, gak nyangka Loly suka sama Ray, murid yang terkenal doyan banget menghina teman-teman seangkatannya – tapi gaul – itu, sekaligus cowok yang sekarang menjabat sebagai murid Penjaga Perpustakaan sekolah.
“Iya, gue suka diaaa… Dari setahun yang lalu. Tapi sekarang kami jauh…”, kata Loly tersipu-sipu, pipinya memerah, benar-benar merah. Dia malu…
“Gila. Gue gak nyangka lu suka ama dia…” Kali ini Gina yang bicara, ekspresinya masih menunjukkan kalo dia gak percaya sama kaka-kata Loly.
“Iya. Kok lo bisa suka ama orang yang se-NGESELIN seantero jagad itu, ya?.” Vian masih heran dan bener-bener kaget, serta bener-bener gak nyangka.
“Abis… dia baik banget ama gue, walaupun dia deket banget ama Dina, tetangganya. Dia udah nyemangatin gue dalam berbagai hal. Gue sayang diaaa… Setiap ke Perpustakaan, mata gue diam-diam selalu ngarah ke dia”. Kata-kata Loly emang terkesan LEBAY banget. Tapi ini serius. Dia BENAR-BENAR suka sama Ray, orang yang paling ngeselin buat Gina dan Vian.
“Iya, deh… Nanti gue bantuin lo buat deket lagi ama dia. Walaupun… lo tahu sendiri kan, gue benci banget ama dia!”. Kata Gina, dengan tulus mau membantu Loly supaya deket lagi sama Ray.
“Iya, iya… gue juga deh… Untung gue deket ama Kak Rania…” Kata Vian, tersenyum manis. Vian juga ikut-ikutan mau membantu Loly. Mumpung dia adik kelas Rania dan akrab banget sama Rania, kakaknya Ray karena satu ekskul.
“Hehe.. Makasih, ya… U R the best twin friends for me!!!.” Kata Loly, memeluk kedua anak kembar itu erat-erat. Karena saking senangnya, dia sangat terharu sampai hampir nangis gara-gara kebaikan mereka berdua.
“Iya, lo ngapain juga ngajakin dia?.”. Gina menambahkan dengan nada mengejek pada Vian. Vian membalasnya dengan cibiran keki.
“Kan udah gue bilang gue mau curhat ama kalian berdua…” Loly mennjelaskan dengan penuh kesabaran, menghadapi duo twins ini.
“Iya, deh.. Cepetan, deh. Langsung aja. Ntar gak jadi ngerjain tugasnya…” Gina memancing Loly supaya cepat memulai curhatannya. Vian juga udah pasang muka gak sabaran. Lolypun memulai ceritanya…
“Kalian inget, kan, waktu kelas IX SMP, gue pernah bilang gue suka ama seseorang?…” Loly membuka cerita dengan raut wajah yang merah padam. Dia tersipu malu mengingat orang yang disukainya.
“Iya, iya. Gue inget, gue inget…” Kata Gina dan Vian bersamaan. Gina mengangguk sambil mencoba mengingat-ngingat cerita Loly waktu kelas IX SMP. Begitu juga dengan Vian yang ekspresinya gak jauh beda dari Gina.
“Sebenernya… sebenernya… orang itu adalah Ray, yang sekarang jadi anak Penjaga Perpustakaan di sekolah…” Kata Loly jujur, dan akhirnya, dia mengakui orang yang dia suka. Habis, dia gak pernah cerita ama kedua anak kembar itu, sih. Dia selalu menyembunyikannya…
“HAH?!. APA?!. Lo suka sama Ray Iansyah Putra, temen SMP kita waktu dulu?!. Gak salah tuh?!. Lo pernah deket sama dia?!. Yang demen banget ngatain kami berdua?!” Sontak saja, Vian langung kaget setengah mati, sementara Gina melotot, gak nyangka Loly suka sama Ray, murid yang terkenal doyan banget menghina teman-teman seangkatannya – tapi gaul – itu, sekaligus cowok yang sekarang menjabat sebagai murid Penjaga Perpustakaan sekolah.
“Iya, gue suka diaaa… Dari setahun yang lalu. Tapi sekarang kami jauh…”, kata Loly tersipu-sipu, pipinya memerah, benar-benar merah. Dia malu…
“Gila. Gue gak nyangka lu suka ama dia…” Kali ini Gina yang bicara, ekspresinya masih menunjukkan kalo dia gak percaya sama kaka-kata Loly.
“Iya. Kok lo bisa suka ama orang yang se-NGESELIN seantero jagad itu, ya?.” Vian masih heran dan bener-bener kaget, serta bener-bener gak nyangka.
“Abis… dia baik banget ama gue, walaupun dia deket banget ama Dina, tetangganya. Dia udah nyemangatin gue dalam berbagai hal. Gue sayang diaaa… Setiap ke Perpustakaan, mata gue diam-diam selalu ngarah ke dia”. Kata-kata Loly emang terkesan LEBAY banget. Tapi ini serius. Dia BENAR-BENAR suka sama Ray, orang yang paling ngeselin buat Gina dan Vian.
“Iya, deh… Nanti gue bantuin lo buat deket lagi ama dia. Walaupun… lo tahu sendiri kan, gue benci banget ama dia!”. Kata Gina, dengan tulus mau membantu Loly supaya deket lagi sama Ray.
“Iya, iya… gue juga deh… Untung gue deket ama Kak Rania…” Kata Vian, tersenyum manis. Vian juga ikut-ikutan mau membantu Loly. Mumpung dia adik kelas Rania dan akrab banget sama Rania, kakaknya Ray karena satu ekskul.
“Hehe.. Makasih, ya… U R the best twin friends for me!!!.” Kata Loly, memeluk kedua anak kembar itu erat-erat. Karena saking senangnya, dia sangat terharu sampai hampir nangis gara-gara kebaikan mereka berdua.
Seminggu telah berlalu. Hari ini adalah hari yang mendebarkan
buat Gina dan Loly. Karena, seperti yang Pak Wira bilang, siapa yang tulisannya
bagus, bakalan di tempel di mading sekolah yang letaknya gak jauh dari perpustakaan.
Otomatis, murid-murid Penjaga Perpustakaan bakalan bisa leluasa melihat tulisan
itu, dong!. Alunan debaran jantung Gina dan Loly semakin cepat di saat Pak Wira
memilih cerpen yang akan di tempel di mading sekolah.
Aduuuhhh…. Tuhan, aku bener-bener deg-degan… Please Tuhan… biarkanlah Pak WIra milih karyaku dan Loly… Supaya perasaan kami tersampaikan…, Doa Gina dalam hati. Perlahan, keringat dingin mulai mengucur di kening mereka berdua. Kaki dan tangan mereka mulai dingin seperti es, karena saking berharapnya.
“Menurut saya, yang karyanya pantas untuk di tempel di mading adalah cerpen karya Gina Yuliani Wiyadya, Loly Prawita, dan Karina Ayu Gianti.” Pak Wira mengumumkan dengan begitu cepatnya, membuat Gina dan Loly girang gak terkira. Karena sebentar lagi, karya mereka akan di lihat oleh orang yang mereka suka…
Aduuuhhh…. Tuhan, aku bener-bener deg-degan… Please Tuhan… biarkanlah Pak WIra milih karyaku dan Loly… Supaya perasaan kami tersampaikan…, Doa Gina dalam hati. Perlahan, keringat dingin mulai mengucur di kening mereka berdua. Kaki dan tangan mereka mulai dingin seperti es, karena saking berharapnya.
“Menurut saya, yang karyanya pantas untuk di tempel di mading adalah cerpen karya Gina Yuliani Wiyadya, Loly Prawita, dan Karina Ayu Gianti.” Pak Wira mengumumkan dengan begitu cepatnya, membuat Gina dan Loly girang gak terkira. Karena sebentar lagi, karya mereka akan di lihat oleh orang yang mereka suka…
Pulang sekolah, Fabian dan Ray langsung menuju tempat dimana
mading sekolah berada. Mereka juga sebenarnya, diam-diam penasaran, ingin tahu
karya siapa yang sekarang di tempel di mading. Ya, ternyata, dua hari yang
lalu, Pak Wira menyuruh murid-murid Perpustakaan buat memberi hadiah buat yang
karyanya di tempel di mading. Selain itu, Pak Wira juga akan ngasih imbalan
buat mereka. Makanya, murid-murid Penjaga Perpustakaan begitu girang…
“Eh?. Karya Gina di tempel?.” Fabian kaget ketika melihat cerpen Gina di tempel.
“Dan Loly juga?.” Kata Ray, ikut heran.
“Eh?. Karya Gina di tempel?.” Fabian kaget ketika melihat cerpen Gina di tempel.
“Dan Loly juga?.” Kata Ray, ikut heran.
Perlahan Fabian membaca kata per kata dari cerpen Gina.
{Kamulah orang yang kusuka, selalu membantuku saat aku mengembalikan buku di Perpustakaan. Yang selalu manis dengan senyum tipismu. Selalu tampak keren dan mempesona dengan seinarmatamu.} (….)
{Kamulah orang yang kusuka, selalu membantuku saat aku mengembalikan buku di Perpustakaan. Yang selalu manis dengan senyum tipismu. Selalu tampak keren dan mempesona dengan seinarmatamu.} (….)
Ray juga mulai membaca cerpen karya Loly…
{Masih ingatkah kamu, setahun yang lalu kita kembali dekat?. Kita selalu berbagi pikiran. Kita tertawa dan menangis bersama. Kita dekat bagaikan anak kembar. Ingatkah kamuu dengan candaanmu dan ejekanmu terhadapku?.} (….)
{Masih ingatkah kamu, setahun yang lalu kita kembali dekat?. Kita selalu berbagi pikiran. Kita tertawa dan menangis bersama. Kita dekat bagaikan anak kembar. Ingatkah kamuu dengan candaanmu dan ejekanmu terhadapku?.} (….)
Fabian dan Ray pun berpandangan. Hati mereka tersentuh,
merasa kalo Gina dan Loly menyindir mereka. Seketika, pipi mereka memerah.
“Gue gak nyangka Gina beneran suka gue…” Kata Fabian pada Ray, yang ternyata tetangga akrabnya. Fabian salah tingkah.
“Gue juga, Kak. Bener-bener gak nyangka kalo Loly beneran suka sama gue. Abis, dia terkesan cuek banget sekarang…” Ray mengeluarkan perasaannya pada Fabian yang dia anggap sebagai kakaknya. Fabian langsung merangkulnya.
“Jadi apa rencana lo sekarang, bro?.” Tanya Ray pada Fabian.
“Kita “tembak” aja mereka berdua secara bersamaan. Dengan gitu, gak ada lagi, deh, masalah gue dan lo sama mereka berdua.” Fabian mengusulkan dan mereka berduapun segera berlari mengejar Loly dan Gina yang duduk di tempat duduk di bawah pohon yang tak jauh dari sekolah.
“Gue gak nyangka Gina beneran suka gue…” Kata Fabian pada Ray, yang ternyata tetangga akrabnya. Fabian salah tingkah.
“Gue juga, Kak. Bener-bener gak nyangka kalo Loly beneran suka sama gue. Abis, dia terkesan cuek banget sekarang…” Ray mengeluarkan perasaannya pada Fabian yang dia anggap sebagai kakaknya. Fabian langsung merangkulnya.
“Jadi apa rencana lo sekarang, bro?.” Tanya Ray pada Fabian.
“Kita “tembak” aja mereka berdua secara bersamaan. Dengan gitu, gak ada lagi, deh, masalah gue dan lo sama mereka berdua.” Fabian mengusulkan dan mereka berduapun segera berlari mengejar Loly dan Gina yang duduk di tempat duduk di bawah pohon yang tak jauh dari sekolah.
Terdengar suara keras hentakan kaki dari belakang. Membuat
Gina dan Loly langsung balik ke belakang. Mereka kaget begitu melihat Fabian
dan Ray menyusul mereka. Ray dan Fabianpun berhenti di hadapan mereka berdua.
“Hh.. hh… Kami.. hh.. udah baca cerpen buatan kalian berdua di mading tadi.. Hhh.. hh..” kata Ray ngos-ngosan karena berlari kencang. Fabian juga masih mengatur napasnya.
“Dan sekarang, kalian udah sadar siapa orang yang kami maksud?..” Loly membalas kata-kata Ray. Dengan pertanyaan mendadak.
Fabian dan Ray mengangguk.
“Iya, kami tahu. Gin, sebenernya, aku suka kamu. Cewek yang sering pulang sama aku itu, adikku. Anak kelas XII IPA C. Sorry, bikin hatimu sakit…” Fabian mendadak bilang suka. Membuat Gina dan Loly melongo konyol sekaligus kaget.
“Gue juga, Ly. Gue juuga masih suka sama lo. Dari awal kita deket lagi gue juga sama lo…” Ray gak mau kalah. Dia juga nembak Loly mendadak. Gina dan Loly saling berpandangan, kemudian tersenyum lebar. Gak nyangka kalo Fabian dan Ray juga sahabatan. Dan mereka juga gak nyangka orang yang mereka suka, suka sama mereka. Merekapun tertawa bersama. Suasana pun menjadi cerah. Gak ada lagi kekesalan dihati Gina. Dan kegalauan Loly juga hilang.
“Hh.. hh… Kami.. hh.. udah baca cerpen buatan kalian berdua di mading tadi.. Hhh.. hh..” kata Ray ngos-ngosan karena berlari kencang. Fabian juga masih mengatur napasnya.
“Dan sekarang, kalian udah sadar siapa orang yang kami maksud?..” Loly membalas kata-kata Ray. Dengan pertanyaan mendadak.
Fabian dan Ray mengangguk.
“Iya, kami tahu. Gin, sebenernya, aku suka kamu. Cewek yang sering pulang sama aku itu, adikku. Anak kelas XII IPA C. Sorry, bikin hatimu sakit…” Fabian mendadak bilang suka. Membuat Gina dan Loly melongo konyol sekaligus kaget.
“Gue juga, Ly. Gue juuga masih suka sama lo. Dari awal kita deket lagi gue juga sama lo…” Ray gak mau kalah. Dia juga nembak Loly mendadak. Gina dan Loly saling berpandangan, kemudian tersenyum lebar. Gak nyangka kalo Fabian dan Ray juga sahabatan. Dan mereka juga gak nyangka orang yang mereka suka, suka sama mereka. Merekapun tertawa bersama. Suasana pun menjadi cerah. Gak ada lagi kekesalan dihati Gina. Dan kegalauan Loly juga hilang.
Inilah Librarialova, cinta yang bersemi di perpustakaan.
Inilah Librarialova, cinta antara murid biasa dan murid Penjaga Perpustakaan
Sekolah. Librarialova, yang bersemi diperpustakaan dan berakhir bahagia….
[The End]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar